Pages

My Blog List

Video Gallery

Rabu, 30 Januari 2013

Keajaiban Berwudhu

Sungguh berbahagia orang yang selalu mendawamkan wudhu dalam hari-harinya. Dia senantiasa ada dalam keadaan suci dalam menjalani hari, baik siang maupun malamnya. Allah Ta’ala berfirman: “Hai sekalian orang yang beriman! Jikalau engkau semua berdiri hendak bersembahyang, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku dan sapulah kepala dan basuhlah kakimu sampai ke matakaki … Allah tidak menghendaki untuk membuat kesempitan (kesukaran) atasmu semua, tetapi hendak menyucikan engkau semua dan menyempurnakan karunianya kepadamu semua, supaya engkau semua bersyukur.” (QS. al-Maidah: 6)
Bagi para ahli wudhu, mereka berwudhu bukan hanya untuk melakukan ritual ibadah, akan tetapi semua aktivitas dan kegiatannya selalu dibarengi dalam keadaan memiliki wudhu (suci). Mereka yang ahli wudhu akan tampak dari parasnya yang bercahaya. Bukan make up yang membuat mereka memesona, melainkan basuhan air wudhu yang memberikan aura keshalehan dalam dirinya.
Dari Abu Hurairah Ra., ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya ummatku itu akan dipanggil pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya wajahnya dan amat putih bersih tubuhnya dari sebab bekas-bekasnya berwudhu’. Maka dari itu, barangsiapa yang dapat di antara engkau semua hendak memperpanjang (menambahkan) bercahayanya, maka baiklah ia melakukannya dengan menyempurnakan berwudhu’ itu sesempurna mungkin.” (Muttafaq ‘alaih).
Wudhu memiliki keajaiban yang luar biasa. Pahala bagi orang yang mendawamkan salah satu ibadah bersuci ini digambarkan dalam hadis berikut. Dari Abu Hurairah Ra., ia berkata: “Saya mendengar kekasihku Rasulullah Saw. bersabda: “Perhiasan-perhiasan di syurga itu sampai dari tubuh seseorang mu’min, sesuai dengan anggota yang dicapai oleh wudhu yakni sampai di mana air itu menyentuh tubuhnya, sampai di situ pula perhiasan yang akan diperolehnya di syurga.” (HR. Muslim).
Wudhu dapat merontokkan kesalahan-kesalahan seorang muslim. Dari Usman bin Affan Ra., dia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: ‘barangsiapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya (menyempurnakan sesempurna mungkin), maka keluarlah kesalahan-kesalahannya sehingga keluarnya itu sampai dari bawah kuku-kukunya.’” (HR. Muslim).
Dalam hadis lain dikatakan, dari Abu Hurairah Ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila seseorang hamba yang Muslim atau mu’min itu berwudhu, lalu ia membasuh mukanya, maka keluarlah dari mukanya itu semua kesalahan yang disebabkan ia melihat padanya dengan kedua matanya dan keluarnya ialah beserta air atau beserta tetesan air yang terakhir. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah dari kedua tangannya itu semua kesalahan yang dilakukan oleh kedua tangannya beserta air atau beserta tetesan air yang terakhir. Selanjutnya apabila ia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah semua kesalahan yang dijalankan oleh kedua kakinya beserta air atau beserta tetesan air yang terakhir, sehingga akhirnya keluarlah ia dalam keadaan suci dari semua dosa.” (HR. Muslim).
Dalam sebuah redaksi hadis yang panjang, beliau bersabda: “… Sesungguhnya ummatku yang akan datang itu ialah dalam keadaan bercahaya wajahnya serta putih bersih tubuhnya dari sebab berwudhu dan saya adalah yang terlebih dulu dari mereka itu untuk datang ke telaga (haudh).” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah Ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Sukakah engkau semua kalau saya tunjukkan akan sesuatu amalan yang dapat melebur semua kesalahan dan dengannya dapat pula menaikkan beberapa derajat?” Para sahabat menjawab: “Baiklah, ya Rasulullah.” Beliau Saw. lalu bersabda: “Yaitu menyempurnakan wudhu sekalipun menemui beberapa hal yang tidak disenangi (seperti terlampau dingin dan sebagainya) banyaknya melangkahkan kaki untuk ke masjid dan menantikan shalat sesudah melakukan shalat. Itulah yang disebut ribath. Itulah yang disebut ribath (perjuangan menahan nafsu untuk memperbanyak ketaatan pada Tuhan).” (HR. Muslim)
Para ahli wudhu akan selalu berusaha menyempurnakan wudhunya. Mereka berusaha menghayati filosofi dari aktivitas wudhu yang dilakukannya. Wudhu mereka melampaui batasan fikih wudhu. Wudhu mereka sudah mencapai ke aspek kejiwaan dan hikmah tertinggi dari aktivitas membasuh sejumlah anggota wudhu. Dengan membasuh muka, mereka berharap wajah mereka terlindungi dari dosa yang dilakukan mata. Ketika membasuh tangan mereka berharap tangan mereka terjaga dari dosa yang belum dilakukan dan dibersihkan dari kekhilafan yang dilakukan di masa lalu. Saat mengusap kepala, mereka berharap agar pikiran mereka terlindungi dari pikiran-pikiran yang tidak syar’i. ketika membasuh telinga, semoga hal itu dapat menghapuskan dosa yang dilakukan oleh telinga. Dan ketika membasuh kaki, mereka berdoa agar Allah senantiasa membimbing mereka agar tetap berada di jalan yang lurus (Islam).
Begitulah keajaiban wudhu yang ritualnya hanya ada di dalam ajaran Islam. Semoga kita senantiasa menjadi ahli wudhu sepanjang hari memelihara kesucian jiwa, pikiran, hati, lisan, dan seluruh tubuh kita. Wallahu ‘a lam. []


Masjidku, Sahabatku

“Mimbarku terletak di tepi jalur menuju surga. Antara mimbarku dan kamarku adalah taman dari taman-taman surga.” –HR. Ahmad
Saya sudah bersahabat dengan masjid sejak di semester tiga perkuliahan. Waktu itu saya memutusakan untuk tinggal di masjid karena alasan ekonomis. Awalnya saya tinggal di pesantren. Berhubung saya merasa malu karena tidak mampu bayar uang pangkal dan iuran perbulan, saya akhirnya memilih tinggal di masjid. Alternatif tinggal di masjid karena pertama tidak berbayar, tapi justeu dikasih uang saku. Saya pun tertarik akhirnya.
Saya tinggal di masjid kompleks. Diawal-awal saya merasa nyaman. Namun ke sininya ada yang membuat merasa saya begitu cape. Saya diperlakukan seperti mesin. Disuruh ini itu dan dituntut untuk bisa stand by 24 jam di masjid. Saya tidak sanggup menghadapi itu karena hal itu benar-benar mematikan kreativitas dan pengembangan diri saya sebagai mahasiswa. Manajemennya di kelola oleh seorang mantan pegawai pabrik. Sehingga dia memperlakukan para takmirnya seperti para buruh di pabrik. Persis seperti para penghuni masjid sebelumnya, saya tidak bertahan lama. Saya hanya bertahan empat bulan.
Keluar dari masjid perumahan, saya hijrah ke masjid yang letaknya tidak jauh dari lokasi kampus. Saya pikir ini masjid yang strategis bagi saya. Luas masjidnya lebih kecil dibandingkan dengan masjid yang saya tinggali sebelumnya, sehingga mengurusnya pun tidak terlalu melelahkan. Meski tidak diberi uang saku seperti di masjid sebelumnya, di masjid ini saya merasa begitu senang. Di masjid ini bisa mengaktualisasikan diri. Di masjid ini aku bisa belajar menjadi imam shalat, mengajar anak-anak setiap ba’da maghrib, mengikuti kajian keislaman yang sering dilaksanakan oleh aktivis keagamaan kampus. Intinya di sini saya benar-benar merasa menjadi seorang yang bermanfaat. Saya bertahan di masjid ini selama dua tahun.
Kemudian sepulang KKN saya memutuskan untuk pindah lagi masjid untuk mencari semangat baru. Saya berharap di masjid yang akan saya tempati nanti akan bisa berkarya lebih banyak lagi. Di masjid ini saya sudah lalui sampai hari selama setahun lebih satu bulan. Banyak pengalaman yang penuh hikmah. Di masjid ini saya bisa mengenal lebih jauh karatkteristik masyarakat dan faktor yang menyebabkan mereka menjadi jauh dari masjid.
Saya merasa yakin jika tinggal di masjid itu sudah menjadi bagian dari memakmurkannya. Selama beberapa tahun ini, baru saya sadari bahwa masjidlah yang telah menjaga saya agar tetap berada dalam petunjuk Allah. Baru saya sadari bahwa ayat berikut sungguh telah saya rasakan.
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah: 18)
Saya dapat merasakan bahwa memakmurkan Rumah Allah pahalanya dapat terasa di dunia dan akhirat. Bagi saya pribadi masjid adalah alternatif tempat tinggal selama kuliah dan merantau di Bandung. Saya merasa tidak mampu membayar sewa kos yang mahal. Selama di masjid saya belajar menjadi manusia yang benar-benar dewasa, mandiri, bertanggung jawab. Saya tertuntut untuk menjadi bertanggung jawab mengelola kas masjid yang diamanatkan umat. Saya juga dituntut untuk mencerahkan umat dengan mengajari anak-anak pengetahuan agama, menyampaikan kebenaran agama Islam melalui khutbah Jum’at dan pengajian para ibu.
Adapun bagi diri saya sendiri, masjid telah membuat saya disiplin waktu melalui adzan dan shalat lima waktu. Shalat berjama’ah saya menjadi terjaga. Masjid menjadi sarana yang paling tepat untuk bisa akrab dengan masyarakat. Saya dan teman-teman yang lain kerap diundang untuk mengikuti acara syukuran atau doa bersama ketika ada warga yang tetimpa musibah.
Usaha memakmurkan masjid Allah tidak selamanya menyenangkan. Ada juga rasa perihatin dan kesedihan yang mengiringi. Barangkali ini kasuistik yang tidak bisa begitu saja digeneralisasi. Sangat memprihatinkan dan menyedihkan saat hendak melaksanakan shalat berjamaah. Shalat Shubuh jama’ahnya hanya kurang dari 10 orang. Terlebih lagi ketika shalat Dzuhur dan Ashar. Semua peran dilakukan sendiri. Jadi muadzin, imam dan makmum sekaligus sudah menjadi kelaziman. Kedua shalat ini minimal dilaksanakan berjama’ah dengan sesama penghuni masjid lainnya atau satu orang jama’ah yang paling rajin ke mesjid yang sejauh ini saya perhatikan dia tidak pernah ketinggalan shalat lima waktu di masjid. Barangkali satu orang jama’ah ini sudah begitu paham dengan hadis ini. “Beritakanlah kabar gembira kepada orang yang berjalan kaki di malam gelap gulita menuju masjid bahwa bagi mereka cahaya yang terang benderang di hari kiamat.” (HR. Al-Hakim & At-Tirmidzi)
Menggelikan memang, seolah-olah masjid dengan masyarakat sudah hidup masing-masing. Masjid ini sudah cukup dititipkan kepada takmir, mahasiswa yang membutuhkan tempat. Masjid ini seolah-olah hanya milik kami. Segala halnya kami urus. Yang menjaga kebersihan masjid ini hanyalah empat orang, sementara yang mengotorinya lebih dari lima kali lipatnya. Bagaimana bisa masjid tetap bersih? Kami seakan kewalahan. Baru saja pagi hari kami membersihkan lantai, mengumpulkan sampah-sampah, tak lama kemudian siang-siang sampai malam anak-anak pengajian bermain bola dan karet didalam masjid. Mereka membawa makanan dan sampahnya dibuang semaunya. Ketika mereka main kucing-kucingan mereka mengacak-acak karpet yang sudah dirapikan. Kami sudah mereka mengingatkan dan mengajari mereka berulang kali, tapi entah mengapa mereka terus saja melakukannya.
Fasilitas masjid pun tidak terlewatkan. Sapu dan lap sering dijadikan sarana bermain hingga akhirnya rusak. Selanjutnya mikrofon sering dijadikan bahan rebutan. Kebiasaan di masjid ini, jika azan dikumadangkan anak-anak berebutan ingin menyanyikan pupujian. Sayang, mereka hanya berminat untuk narsis di mikrofon. saat ikomah dikumandangkan, mereka segera berhamburan keluar meskipun sebelumnya di suruh membawa mukena dan sarung untuk ikut shalat berjama’ah. Pupujian memang positif, tapi negatifnya mikrofon sering mengalami perbaikan, bahkan terkadang tiap minggu harus diganti. Karena kererbatas dana, akhirnya mikrofon yang sudah rusak, dimodifikasi lagi.
Ada yang paling menyedihkan bagi saya. Sebelum maghrib saya mengepel lantai halaman. Malam hari hujan, entah mengapa kalau hujan, anak-anak selalu membawa sandalnya ke atas lantai. Otomatis lantai masjid yang putih menjadi sangat kotor dan becek. Kejadian ini terlalu sering dan saya tidak mampu mengendalikan perilaku mereka. Mereka tidak mempan dengan kata-kata. Perilaku ini pun tidak hanya anak-anak yang melakukannnya. Pada saat pengajian mingguan ibu-ibu pun ternyata demikian. Jika pengajian, mereka biasanya membawa makanan kecil dan air teh. Ketika mereka membagi-bagikan ada yang tumpah dan bekas air teh itu dibiarkan begitu saja sampai kering. Jika para penghuni masjid tidak memberihkannya, sepertinya tidak akan pernah ada yang mau peduli. Kejadian ini selalu berulang setiap minggu. Saya sempat berpikir apakah para ibu di dr rumahnya pun demikian? Mengapa ini mereka lakukan di masjid seolah-olah mereka tidak merasa memiliki rumah ibadah umat ini.
Hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumah kami, bagaimana agar kultur seperti ini bisa diganti. Menjadi tugas kami bagaimana caranya agar masjid melekat di hati mereka. Bagaimana agar masjid itu seolah-olah rumah mereka sendiri sehingga mereka merasa sedih jika ketinggalan satu waktu tidak melaksanakan shalat di masjid. Mereka merasa sedih dan tergerak hati ketika melihat masjid kotor seperti halnya mereka sedih ketika sudah lama tidak pulang ke rumah sendiri dan menyaksikan rumahnya kotor tidak ada yang merawat.
Wallahu a’lam. []

Rabu, 16 Januari 2013

Tak Selamanya Hukum Itu Berat


AGAMA Islam mempunyai hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perbuatan yang mengandung suatu keharusan atau boleh memiliki atau mengandung wadla’, yakni mengandung isyarat tentang adanya suatu hukum.
Hukum menurut bahasa adalah menetapkan sesuatu pada sesuatu, sedangkan menurut arti istilah adalah kitab Allah atau sabda Nabi Muhammad SAW. yang berhubungan dengan amal perbuatan mukallaf, baik titah itu mengandung tuntutan, suruhan, larangan atau membolehkan sesuatu atau menjadikan suatu sebab, syarat atau menghalang bagi sesuatu hukum.
Adapun hukum Islam itu berlaku bagi orang dewasa (mukallaf) atau orang yang sudah baligh, yakni sudah cukup umur, berakal sehat dan sudah menerima seruan agama semenjak ia berumur 9 tahun, bagi pria dan wanita bila sudah bermimpi basah (tanda dewasa). Umur 9 tahun bagi wanita yang sudah haidh, sedang untuk pria dan wanita yang belum bermimpi ataupun haidh tapi ia sudah berumur 15 tahun maka sudah termasuk usia baligh.
Adapun hukum-hukum dalam Islam secara garis besarnya adalah sebagai berikut :
  1. Wajib. Wajib adalah sesuatu perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan diberi siksa. Contoh dari perbuatan yang memiliki hukum wajib adalah shalat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan Zakat.
  2. Mandud atau Sunnah. Mandud atau sunnah ialah sesuatu perbuatan yang dituntut agama untuk dikerjakan tetapi tuntutannya tidak sampai ke tingkatan wajib atau sederhananya perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak akan mendapatkan siksaan atau hukuman. Contoh dari perbuatan yang memiliki hukum mandud atau sunnah ialah  shalat yang dikerjakan sebelum/sesudah shalat fardhu.
  3. Haram. Haram ialah sesuatu perbuatan yang jika dikejakan pasti akan mendapatkan siksaan dan jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Contoh perbuatan yang memiliki hukum haram adalah membunuh, mabuk, judi, dan sebagainya.
  4. Makruh. Perbuatan makruh adalah suatu perbuatan yang dirasakan jika meninggalkannya itu lebih baik dari pada mengerjakannya. Contoh dari perbuatan makruh ini adalah memakai sutra atau cincin emas bagi laki-laki.
  5. Mubah.
    Ada yang mengartikan bahwa mubah adalah suatu perbuatan yang diperbolehkan oleh agama antara mengerjakannya atau meninggalkannya. Contoh dari mubah adalah makan, minum, bermain yang sehat dan sebagainya.

KETIKA HIDUP MULAI MEREDUP

Ketika hidup terasa tak berguna
Ketika hidup tak lagi ada harapan
Ketika hidup tak ada lagi pandangan 
Ketika hidup terasa sepi
Ketika semua telah gelap, usai, suram

Ketika itu pula kita ingat betapa sayangnya Allah kepada kita sebagai hamba yang 
banyak dosa 
n Ketika itu pula kita menyadari bahwa kasih sayang dari orang tua dan teman 
sangat kita butuhkan.

Tapi ingatlah, jangan terlalu berharap dengan mereka yang ada di dunia,
tetapi berharaplah hanya kepada Allah
yang bisa menyelamatkanmu dari bahaya dunia,
karena yang ada di dunia gak ada yang abadi, semua akan musnah!!

ada beberapa trik untuk mengatasi masalah" diatas:
1) Shalat Dhuha adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim ketika matahari sedang naik. Kira-kira, ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur. Jumlah raka’at shalat dhuha bisa dengan 2,4,8 atau 12 raka’at. Dan dilakukan dalam satuan 2 raka’at sekali salam

Do’a setelah Shalat Dhuha:
“Allaahumma innad dhuha dhuhaauka, wal-jamaala jamaaluka, wal-qudrota qudratuka, wal-’ishmata ‘ishmatuka. In kaana rizqii fil-ardhi fa akhrijhu, wa in kaana fissamaa’i fa anzilhu, wa in kaana haraaman fa thahhirhu, bi haqqi dhuhaaika wa jamaalika wa qudratika, ya Allah”.
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya masa pagi ini adalah masa pagiMU, keindahan ini adalah keindahanMU, kuasa ini adalah kekuasaanMU, kenyamanan ini adalah kenyamananMU. Seandainya rizki saya tersembunyi di dalam bumi maka keluarkanlah, jika di langit turunkanlah, jika haram bersihkanlah, berkat kesejatian masa pagiMU, keindahanMU, dan kekuasaanMU, ya Allah.” 
2) Shalat Tahajjud adalah sholat yang dilakukan pada malam hari dan lebih utama dilakukan disepertiga malam. mengapa dilakukan di malam hari??? karena pada malam hari sinyal kita kepada Allah sangat cepat dan lancar, jadi bisa dikatakan ketika sholat tahajjud doa yang kita minta dari Allah akan cepat di dengar dan akhirnya dikabulkan, InsyaAllah.